Syahid di Jepang

Posted: June 17, 2011 in Renungan

Rabu, 15 Juni 2011, baru saja sampai di Lab ketika menerima telphon dari Istri sambil menangis, -ada kabar buruk apa kali ini dari keluarga di Indonesia?- sempat terpikir demikian, ternyata Istri baru saja mendapat kabar dukacita bahwa teman dekatnya baru saja meninggal dunia pagi ini setelah 2 hari lalu menjalani operasi sesar untuk melahirkan, di Toyohashi Jepang.

Ini adalah kejadian nyata kesekian kalinya dalam beberapa tahun terakhir ini, orang-orang dekat kami meninggal secara mendadak. Sebulan lalu, teman ini dan suaminya, mampir ke rumah kami di Nagoya, waktu itu sudah hamil tua, tapi nampak sehat dan tidak ada firasat apapun. Tidak ada yang menyangka, bahkan suaminya, almarhumah sekarang sudah berada di alam lain.

Ini adalah pelajaran bagi kita yang masih hidup, patut kita bertanya dan merenung kapankah giliran kita? dijemput mendadak atau melalui sakit? wallahu alam. Hal ini menjadi bukti bahwa sangat mudah bagi Allah memisahkan ruh dari raga kita, dimanapun kita berada, dinegara maju sekalipun, dalam keadaan puncak kesehatan sekalipun, ruh bisa terbang meninggalkan raga kita kapan saja.

Secara tidak sadar, dengan berputarnya waktu, maut semakin mendekati kita. Apakah sudah merasa siap? Jika manusia sangat sadar dengan kondisi ini, sudah selayaknya kita siaga seperti seorang tentara dalam suasana perang. Sayangnya, banyak manusia yang terlena dengan kehidupan dunia, merasa maut masih jauh, naudzubillahi min dzalik.

Ini merupakan cobaan yang berat bagi teman kami ini, dan sudah menjadi ketentuan dari Allah bahwa setiap orang beriman pasti akan mendapat cobaan. Mereka menikah baru kurang lebih setahun, kedua-duanya mendapat kesempatan melanjutkan pendidikan ke Jepang, dan dikarunia putra, namun secara mendadak, maut memisahkan mereka. Mereka masih muda (sekitar 29 tahun), namun cobaan tersebut demikian berat terutama bagi sang suami.

Pengurusan jenazah di negara luar seperti Jepang bukan perkara mudah, apalagi negara non muslim seperti Jepang. Hal ini tentu menambah beban pikiran bagi sang suami. Biaya pengurusan dan pengiriman jenazah ke Indonesia bisa menghabiskan biaya kurang lebih 100 juta rupiah. Sementara itu, jenazah harus secepatnya dimandikan, dikafani dan dikirimkan ke Indonesia. Namun, alhamdulillah dengan kerja sama seluruh warga Indonesia, KBRI, Universitas tempat ybs bersekolah, dan moeslim international society, jenazah bisa secepatnya diterbangkan ke Indonesia.

Kami berdoa, mudah-mudahan almarhumah mendapat gelar syahidah di akhirat, suami dan keluarga diberi ketabahan, dan anak yang dilahirkan menjadi anak yang soleh dan berbakti.

SR75

Leave a comment